bagi saya mendorong kepala itu tidak sopan, bagi mereka itu hal biasa. bagi saya memanggil "kak" bagi orang yang lebih tua itu wajib, bagi mereka itu tidak terlalu penting. bagi saya memberikan sesuatu dengan tangan kiri itu tidak sopan, bagi mereka itu tidak mengapa. well... mungkin itu hanya karena saya tumbuh di kebudayaan jawa, tapi bagi saya itu juga menjadi tolak ukur bagi standar2 tertentu yang ada di masyarakat, bagaimana kita bisa menjadi garam dan terang kalo kita tidak bisa sopan, walaupun bagi kelompok masyarakat lain kesopanan mungkin bukan sesuatu hal yang penting. dan saya selalu menjungjung tinggi norma kesopanan ini, bagi saya norma ini lebih dari cukup hingga akhirnya saya hanya mengutamakan "penampilan luar", tentang bagaimana saya berusaha untuk terlihat baik agar orang lain melihat Tuhan, hal ini baik, karena memang kita harus jadi teladan, namun akan menjadi hal yang tidak baik jika kita tidak seimbangkan dengan "penampilan dalam" yang baik pula, dan akhirnya saya tertegur beberapa hari yang lalu oleh junior saya di fakultas, saat itu saya sedang mengikuti salah satu pelatihan kerohanian di kampus, karena masih belum banyak orang maka acara tunggu menunggu pun dimulai, dan sambil mengisi waktu saya membaca baca buku yang diberikan khusus untuk pelatihan itu, karena jujur saya belum baca buku itu sama sekali sejak diberikan hehe, salah satu alasannya ialah karena kalau dirumah saya pasti lebih menghabiskan waktu saya untuk menonton tv karenannya saya menjadi "tidak mempunyai waktu" untuk membaca buku tersebut, karena itulah saya memanfaatkan waktu tunggu tersebut untuk membaca buku tersebut, namun tiba2 junior saya itu nyeletuk "beh...sok rohani sekali.." kontan saya terkaget, mengapa bisa keluar kata2 seperti itu, padahal jujur dari hati paling dalam (bedeh...) saya tidak mempunyai niat sama sekali untuk terlihat rohani, saya hanya memanfaatkan waktu yang ada. saya bukan tersinggung, namun tertegur, walaupun saya akui kata2 tersebut cukup pedas buat saya hehe. dan sayapun jadi ingat tentang kebiasaan saya yang lebih mementingkan "penampilan luar" tanpa menyeimbangkannya dengan penampilan dalam, dan juga saya kembali tertegur sebelum membuat tulisan ini saat saya mendengar khotbah pdt.erastus sabdono, dimana beliau mengatakan "orang yang terlalu ramah kadang2 berbahaya" karena kita jadi tidak tau isi hatinya yang sebenarnya, hingga kadang2 orang2 seperti saya yang mengutmakan penampilan luar (jujur...) kadang menjadi orang yang munafik, hingga akhirnya lain di mulut lain di hati, lain pula di wajah. nah hal inilah yang sering menimpa orang2 yang mengutamakan penampilan luar (seperti saya hehe) tanpa menyeimbangkannya dengan penampilan dalam, yang pada akhirnya kita akan menjadi seperti telur setengah matang, diluar kelihatan matang tapi di dalam sebenarnya masih ada mentahnya, hingga akhrnya akan lahir orang2 yang terlihat rohani dan suci diluar namun dalam menghadapi hidupnya sendiripun dia menjadi tidak kuat, gampang menyerah, tidak percaya sepenuhnya pada Tuhan (padahal dia mengajar orang lain untuk percaya sepenuhnya pada Tuhan) dsb. apa yang dia lakukan hanya akan menjadi kewajiban yang akan menguras tenaga, bukan suatu kerinduan untuk menyenangkan hati orang yang dicintai yaitu Tuhan sendiri, bahayanya orang2 seperti ini akan berakhir dengan kecewa pada Tuhan dan akhirnya meninggalkan Tuhan, karena "kelelahan" melakukan kewajiban.
bangun pagi2 untuk lari pagi agar sehat lebih terasa berat dibanding bangun pagi2 untuk lari pagi agar bisa bersama2 dengan pacar.
"asal Tuhan senang" beda dengan "saya hanya ingin melihat Tuhan saya bahagia"
Allah memberkati.
Sabtu, 08 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar