pada entri sebelumnya saya mengatakan tentang bagaimana merasakan hadirat Tuhan turun di gereja yang membuat saya merasa merinding, saya ditegur oleh khotbah dari pendeta erastus sabdono dan pendeta stephen tong. Pertama, dari pendeta erastus, beliau mengatakan bahwa hal2 perasaan seperti itu bisa saja disugesti oleh suasana maupun musik gereja, sayapun kalo lagi mendengar lagu rohani dan merasa terberkati oleh lagu tersebut kadang2 merasa merinding juga walau sedang ada dimobil atau dirumah, hal ini tidaklah salah, namun kurang tepat jika kita hanya mengandalkan perasaan kita untuk menilai apakah hadirat Tuhan atau Roh Kudus sedang menjamah kita, karena itu hal2 yang sementara, pada akhirnya saat kita tidak merasakan perasaan tersebut kita akan kembali bergumul dengan masalah bahkan dosa2 kita, karena kita mengandalkan perasaan yang sifatnya hillang timbul, berbeda jika kita sudah mengerti Firman dan mematrinya di otak kita, sehingga saat kita memikirkan masalah atau dosa, terpikir pulalah kebenaran Firman itu, karena kalo Cuma sampe di perasaan kadang pikiran yang mendominasi, karena perasaan harus ditunjang keadaan sedangkan pikiran terus berjalan, tidak ada kan anda yang terus menerus merasakan jatuh cinta? Atau terus merasakan senang? Atau terus merasa sedih? Pasti pikiran anda akan berusaha menetralkan hal tersebut. Begitu pula kalo damai sejahtera kita kita andalkan pada perasaan, pasti tidak lama kemudian masalah yang mendominasi pikiran anda akan menguasai perasaan anda ketika perasaan anda tidak ditunjang lagi oleh lingkungan yang mendukung perasaan anda. Kemudian pendeta stephen tong juga "kebetulan" mengkhotbahkan tentang turunnya Roh Kudus, karena saya selalu menekankan prinsip Back to Bible, disinilah saya mendapat ayat yang mendukung tentang bagaimana manifestasi hadirat Tuhan atau turunnya Roh Kudus itu tidak selalu harus menimbulkan fenomena2 atau perasaan2 tertentu, bisa kita lihat dalam Kisah Para Rasul pasal 2 dimana bercerita tentang Pentakosta, Roh Kudus bermanifest dengan lidah2 api, begitu juga dalam pasal 10 dan 19 dimana manifestnya adalah bahasa Roh, namun di pasal 8 : 17, disitu hanya dikatakan mereka telah menerima Roh Kudus namun tidak ditulis apa ada manifest atau lain sebagainya. Jadi kesimpulannya, janganlah selalu kita mengandalkan perasaan kita untuk menunjang iman kita, karena saat kondisi yang menunjang perasaan kita itu hilang dikhawatirkan iman kita pun ikut hilang bersamanya. Lihat saja Rasul Petrus yang telah melihat fenomena saat Tuhan Yesus berubah wujud bersama Elia dan Musa pasti rohnya jadi berapi api tapi ujung2nya menyangkal Tuhan Yesus juga, nanti setelah Dia mengerti Firman baru dia jadi orang yang benar2 teguh dalam imannya.Hendaklah hidup kita yang menjadi standar pasti bahwa Roh Kudus benar2 turun atas kita, mungkin kita tidak akan jadi sempurna, tapi pasti akan jadi lebih baik..
Perasaan paling peka namun paling lembut karena itu bisa hancur saat ditekan, pikiran paling sukar percaya namun paling keras karena itu sulit dihancurkan saat ditekan.
Tuhan memberkati.
Minggu, 30 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar