Minggu, 30 Mei 2010

soal merinding itu loh..

pada entri sebelumnya saya mengatakan tentang bagaimana merasakan hadirat Tuhan turun di gereja yang membuat saya merasa merinding, saya ditegur oleh khotbah dari pendeta erastus sabdono dan pendeta stephen tong. Pertama, dari pendeta erastus, beliau mengatakan bahwa hal2 perasaan seperti itu bisa saja disugesti oleh suasana maupun musik gereja, sayapun kalo lagi mendengar lagu rohani dan merasa terberkati oleh lagu tersebut kadang2 merasa merinding juga walau sedang ada dimobil atau dirumah, hal ini tidaklah salah, namun kurang tepat jika kita hanya mengandalkan perasaan kita untuk menilai apakah hadirat Tuhan atau Roh Kudus sedang menjamah kita, karena itu hal2 yang sementara, pada akhirnya saat kita tidak merasakan perasaan tersebut kita akan kembali bergumul dengan masalah bahkan dosa2 kita, karena kita mengandalkan perasaan yang sifatnya hillang timbul, berbeda jika kita sudah mengerti Firman dan mematrinya di otak kita, sehingga saat kita memikirkan masalah atau dosa, terpikir pulalah kebenaran Firman itu, karena kalo Cuma sampe di perasaan kadang pikiran yang mendominasi, karena perasaan harus ditunjang keadaan sedangkan pikiran terus berjalan, tidak ada kan anda yang terus menerus merasakan jatuh cinta? Atau terus merasakan senang? Atau terus merasa sedih? Pasti pikiran anda akan berusaha menetralkan hal tersebut. Begitu pula kalo damai sejahtera kita kita andalkan pada perasaan, pasti tidak lama kemudian masalah yang mendominasi pikiran anda akan menguasai perasaan anda ketika perasaan anda tidak ditunjang lagi oleh lingkungan yang mendukung perasaan anda. Kemudian pendeta stephen tong juga "kebetulan" mengkhotbahkan tentang turunnya Roh Kudus, karena saya selalu menekankan prinsip Back to Bible, disinilah saya mendapat ayat yang mendukung tentang bagaimana manifestasi hadirat Tuhan atau turunnya Roh Kudus itu tidak selalu harus menimbulkan fenomena2 atau perasaan2 tertentu, bisa kita lihat dalam Kisah Para Rasul pasal 2 dimana bercerita tentang Pentakosta, Roh Kudus bermanifest dengan lidah2 api, begitu juga dalam pasal 10 dan 19 dimana manifestnya adalah bahasa Roh, namun di pasal 8 : 17, disitu hanya dikatakan mereka telah menerima Roh Kudus namun tidak ditulis apa ada manifest atau lain sebagainya. Jadi kesimpulannya, janganlah selalu kita mengandalkan perasaan kita untuk menunjang iman kita, karena saat kondisi yang menunjang perasaan kita itu hilang dikhawatirkan iman kita pun ikut hilang bersamanya. Lihat saja Rasul Petrus yang telah melihat fenomena saat Tuhan Yesus berubah wujud bersama Elia dan Musa pasti rohnya jadi berapi api tapi ujung2nya menyangkal Tuhan Yesus juga, nanti setelah Dia mengerti Firman baru dia jadi orang yang benar2 teguh dalam imannya.Hendaklah hidup kita yang menjadi standar pasti bahwa Roh Kudus benar2 turun atas kita, mungkin kita tidak akan jadi sempurna, tapi pasti akan jadi lebih baik..

Perasaan paling peka namun paling lembut karena itu bisa hancur saat ditekan, pikiran paling sukar percaya namun paling keras karena itu sulit dihancurkan saat ditekan.

Tuhan memberkati.

Sabtu, 08 Mei 2010

telur setengah matang

bagi saya mendorong kepala itu tidak sopan, bagi mereka itu hal biasa. bagi saya memanggil "kak" bagi orang yang lebih tua itu wajib, bagi mereka itu tidak terlalu penting. bagi saya memberikan sesuatu dengan tangan kiri itu tidak sopan, bagi mereka itu tidak mengapa. well... mungkin itu hanya karena saya tumbuh di kebudayaan jawa, tapi bagi saya itu juga menjadi tolak ukur bagi standar2 tertentu yang ada di masyarakat, bagaimana kita bisa menjadi garam dan terang kalo kita tidak bisa sopan, walaupun bagi kelompok masyarakat lain kesopanan mungkin bukan sesuatu hal yang penting. dan saya selalu menjungjung tinggi norma kesopanan ini, bagi saya norma ini lebih dari cukup hingga akhirnya saya hanya mengutamakan "penampilan luar", tentang bagaimana saya berusaha untuk terlihat baik agar orang lain melihat Tuhan, hal ini baik, karena memang kita harus jadi teladan, namun akan menjadi hal yang tidak baik jika kita tidak seimbangkan dengan "penampilan dalam" yang baik pula, dan akhirnya saya tertegur beberapa hari yang lalu oleh junior saya di fakultas, saat itu saya sedang mengikuti salah satu pelatihan kerohanian di kampus, karena masih belum banyak orang maka acara tunggu menunggu pun dimulai, dan sambil mengisi waktu saya membaca baca buku yang diberikan khusus untuk pelatihan itu, karena jujur saya belum baca buku itu sama sekali sejak diberikan hehe, salah satu alasannya ialah karena kalau dirumah saya pasti lebih menghabiskan waktu saya untuk menonton tv karenannya saya menjadi "tidak mempunyai waktu" untuk membaca buku tersebut, karena itulah saya memanfaatkan waktu tunggu tersebut untuk membaca buku tersebut, namun tiba2 junior saya itu nyeletuk "beh...sok rohani sekali.." kontan saya terkaget, mengapa bisa keluar kata2 seperti itu, padahal jujur dari hati paling dalam (bedeh...) saya tidak mempunyai niat sama sekali untuk terlihat rohani, saya hanya memanfaatkan waktu yang ada. saya bukan tersinggung, namun tertegur, walaupun saya akui kata2 tersebut cukup pedas buat saya hehe. dan sayapun jadi ingat tentang kebiasaan saya yang lebih mementingkan "penampilan luar" tanpa menyeimbangkannya dengan penampilan dalam, dan juga saya kembali tertegur sebelum membuat tulisan ini saat saya mendengar khotbah pdt.erastus sabdono, dimana beliau mengatakan "orang yang terlalu ramah kadang2 berbahaya" karena kita jadi tidak tau isi hatinya yang sebenarnya, hingga kadang2 orang2 seperti saya yang mengutmakan penampilan luar (jujur...) kadang menjadi orang yang munafik, hingga akhirnya lain di mulut lain di hati, lain pula di wajah. nah hal inilah yang sering menimpa orang2 yang mengutamakan penampilan luar (seperti saya hehe) tanpa menyeimbangkannya dengan penampilan dalam, yang pada akhirnya kita akan menjadi seperti telur setengah matang, diluar kelihatan matang tapi di dalam sebenarnya masih ada mentahnya, hingga akhrnya akan lahir orang2 yang terlihat rohani dan suci diluar namun dalam menghadapi hidupnya sendiripun dia menjadi tidak kuat, gampang menyerah, tidak percaya sepenuhnya pada Tuhan (padahal dia mengajar orang lain untuk percaya sepenuhnya pada Tuhan) dsb. apa yang dia lakukan hanya akan menjadi kewajiban yang akan menguras tenaga, bukan suatu kerinduan untuk menyenangkan hati orang yang dicintai yaitu Tuhan sendiri, bahayanya orang2 seperti ini akan berakhir dengan kecewa pada Tuhan dan akhirnya meninggalkan Tuhan, karena "kelelahan" melakukan kewajiban.

bangun pagi2 untuk lari pagi agar sehat lebih terasa berat dibanding bangun pagi2 untuk lari pagi agar bisa bersama2 dengan pacar.

"asal Tuhan senang" beda dengan "saya hanya ingin melihat Tuhan saya bahagia"

Allah memberkati.

Sabtu, 01 Mei 2010

Antara kacang, tanggung jawab, dan pinokio

beberapa waktu terakhir sya selalu kurang bisa menikmati makan kacang2an padahal kacang merupakan salah satu makanan favorit saya, mengapa bisa demikian? karena saya tau maka saya takut, loh? ya maksudnya karena saya sedikit tau anatomi kerongkongan manusia (bukan nyombong...) makanya saya menjadi hati2 dalam menelan makanan, sangking terlalu hati2nya saya jadi parno sendiri (bukan porno, kalo ngak tau parno itu singkatan dari paranoid, kalo ngak tau paranoid itu arti simplenya ketakutan yang diciptakan diri sendiri) tiap mau nelen makanan (bukan cuma kacang, waktu nelen nasi juga) akhirnya tiap abis makan kacang berapa biji saya batuk2 agar kacang yang terasa masih nyangkut di tenggorokan bisa keluar (FYI alias for your info, saat nelen makanan ada bagian di kerongkongan kita yang disebut epiglotis yang berfungsi menutup saluran nafas kita saat kita menelan agar makanan yang kita makan tidak masuk di trakea yang berujung di paru2) selain batuk2 yang disengaja akhirnya saya juga minum air tiap makan kacang brpa biji akhirnya lebih banyak minum air dibanding makan kacang hehe. trus apa dong yang saya dapat dari keparnoan saya ini? well, setelah cukup sekian lama terbiasa dengan keparnoan saya ini akhirnya saya mendapati bahwa pelajaran yang ingin Tuhan ajari adalah terkadang rasionalisme/pengetahuan kita membuat kita tidak bisa menikmati hal2 "irasional"(analogi makanan dalam hal ini hehe) yang bisa kita dapat saat kita menyembah Tuhan, entah di gereja atopun saat menyembah Tuhan dimana saja, karena saya berjemaat di gereja kharismatik, tentu saya sangat menikmati perasaan2 seperti merinding (beda banget rasanya dengan merinding karena ketakutan, merinding yang satu ini bikin beban tuh rasanya entar aja deh dipikirannya, pokoknya nikmat aja rasanya) mungkin ada yang akan menertawai, tapi ya terserah kamu, saya enjoy dengan hal2 seperti ini daripada hanya sekedar agamawi yang akhirnya bukan bikin lega malah ke gereja jadi serasa beban karena hanya sebagai kewajiban bukan kebutuhan. menikmati hubungan dengan Tuhan tentu bukan saja dengan perasaan merinding, tapi dengan kerasanya kedekatan dengan Tuhan, jadi mau apa2 itu rasanya pengen aja nanya ke Tuhan ato diobrolin sama Tuhan, tentu kedekatan2 seperti ini harus disertai dengan menjaga kekudusan kita, kita memang tidak sempurna tapi kita pasti lebih baik saat kita tidak hidup dalam dosa. Dan saya sudah beberapa kali merasakan hal seperti itu, jadi ke gereja itu harusnya menikmati bukan supaya diberkati, berkat itu pasti ngikut kalo kita takut Tuhan, seorang bapak kalo anak2nya nurut2 pasti lah itu rasanya pengen ngasi duitttt aja terus ama anaknya dan bukan hanya karena anaknya penurut tapi juga bertanggung jawab makanya bapaknya percaya memberikan uang yang banyak pada anaknya. Bagaimana dengan saudara? Apakah pengetahuan2 yang anda punya justru membuat anda semakin jauh dari Tuhan? Atau semakin dekat? Apakah anda cukup bertanggung jawab dengan berkat2 yang Tuhan percayakan? Apakah hubungan anda dengan Tuhan hanya sekedar hubungan "Pencipta dan barang ciptaannya?" atau lebih intim lagi bagai "Ayah dan anak?" seperti kisah pinokio?

terkadang logika menghalangi iman, bukan berarti logika jahat, hanya terkadang si empunya logika lupa bahwa dia juga punya hati.

terkadang Tuhan cuma jadi "tempat" (meminta, memohon, dsb) bukan menjadi "pribadi" (ngobrol, manja, ngambek, dsb)

ngak ada bapak (yang baik) yang mempercayakan uang banyak pada anaknya yang boros, karena pasti akan selalu habis dengan barang2 tidak berguna dan membuat anaknya menjadi anak gampang (gampang sombong, gampang cengeng, gampang kalah).

Allah memberkati.